Ki Hajar Dewantara adalah tokoh yang sudah
meletakan konsep dasar pandangan filosofis pendidikan di Indonesia, salah satu
yang paling terkenal adalah Patrap Triloka yang menjadi dasar kerja seorang guru
melakukan pembelajaran di sekolah. Pratap Triloka ini yaitu
- Ing
ngarsa sung tuladha (di depan memberi teladan)
- Ing
madya mangun karsa (di tengah membangun karsa/semangat/kemauan)
- Tut
wuri handayani (dari
belakang mendukung)
Seperti yang kita ketahui bersama, sekolah wajib
membangun ekosistem yang dapat merangsang kreativitas untuk menunjang
keberhasilan tujuan pendidikan. Hal ini sejalan dengan Pratap Triloka Tut Wuri Handayani (dari belakang mendukung).
Keberhasilan sebuah proses pembelajaran sangat tergantung pada cara pandang
sekolah melihat ekosistemnya: apakah sebagai kekuatan atau sebagai kekurangan.
Sekolah yang memandang semua yang dimiliki adalah suatu kekuatan, tidak akan
berfokus pada kekurangan tapi berupaya pada pemanfaatan aset yang dimiliki
Sebagai seorang “pemimpin” kita sepantasnya lah
harus mempunyai kompetensi dalam mengembangkan sekolah menuju potensi
maksimalnya. Salah satu kompetensi yang harus dimiliki seorang “pemimpin”
adalah mampu mengelola aset yang dimiliki
sekolah sebagai sumber daya . Kompetensi ini sangat penting karena sekolah
sebenarnya memiliki kekuatan-kekuatan atau keunggulan yang unik dibandingkan
dengan sekolah lain mulai dari lingkungan, budaya, adat sekitar dan lain
sebagainya. Selama ini pengelolaan sekolah sering bertumpu pada pendekatan
berbasis kekurangan (Deficit-Based Thinking) dimana sekolah akan
memusatkan perhatian kita pada apa yang mengganggu, apa yang kurang, dan apa
yang tidak bekerja. Segala sesuatunya akan dilihat dengan cara pandang
negatif. Kita harus bisa mengatasi semua kekurangan atau yang menghalangi
tercapainya kesuksesan yang ingin diraih. Semakin lama, secara tidak
sadar kita menjadi seseorang yang terbiasa untuk merasa tidak nyaman dan curiga
yang ternyata dapat menjadikan kita buta terhadap potensi dan peluang yang ada
di sekitar.
Pendekatan
berbasis aset (Asset-Based Thinking) adalah sebuah konsep yang
dikembangkan oleh Dr. Kathryn Cramer, seorang ahli psikologi yang menekuni
kekuatan berpikir positif untuk pengembangan diri. Pendekatan ini
merupakan cara praktis menemukan dan mengenali hal-hal yang positif dalam
kehidupan, dengan menggunakan kekuatan sebagai tumpuan berpikir, kita diajak
untuk memusatkan perhatian pada apa yang bekerja, yang menjadi inspirasi, yang
menjadi kekuatan ataupun potensi yang positif.
Sebagai seorang pemimpin pembelajaran dalam
pengelolaan sumber daya , kita dipandang perlu untuk memakai pendekatan
berbasis asset karena pendekatan ini selalu berfokus pada kekuatan bukan pada
kelemahan, membayangkan masa depan bukan berkutat pada kekurangan masa lalu
,selalu , berpikir akan kesuksesan yang akan datang bukannya selalu bertanya
apa yang kurang. Semua hal itu diatas adalah alasan mengapa kita sebagai
pemimpin pembelajaran harus berupaya mengedepankan pendekatan berbasis Aset
(Asset – Based Thinking)
Jika kita bisa mengelola aset aset yang kita
miliki dengan baik dan maksimal maka hal ini juga akan berdampak pada proses
pembelajaran siswa. Perlu diingat bahwa pembelajaran siswa bukan hanya
bertujuan meraih bidang akademis saja akan tetapi potensi-potensi non akademis
juga bisa dijadikan potensi untuk menumbuh kembangkan siswa. Jika kita
mengelola Aset yang kita miliki baik manusia, social, budaya, lingkungan,
kemitraan dan lain lain otomatis siswa juga bisa mempunyai keunggulan life
skill yang sesuai dengan lingkungan dan kekhasan daerah mereka.
Untuk mengetahui apa kekuatan-kekuatan yang kita
miliki kita bisa mengobservasinya sendiri atau bisa bertanya langsung dengan
cara coaching dengan berbagai pihak warga sekolah, coaching yang baik akan bisa
menggali potensi atau asset yang dimiliki sekolah sekaligus menyadarkan kembali
coachee akan potensi yang dimiliki sekolah dan harapannya coachee akan ikut
tergerak bersama-sama untuk memanfaatkan asset yang dimiliki sekolah
Menurut Green dan Haines (2002) dalam Asset
building and community development, ada 7 aset utama atau di dalam
buku ini disebut sebagai modal utama, yaitu :
- Modal Manusia
- Modal Sosial
- Modal Fisik
- Modal Lingkungan / Alam
- Modal Finansial
- Modal Politik
- Modal Agama dan Budaya
Selama ini penulis sering menganggap sekolah perlu dikembangkan dengan pendekaatan berbasis kekurangan (Deficit Based , bahkan pemangku kepentingan pun berpikiran yang sama dan bahkan terpampang dalam papan Alur Strategi Kegiatan Kerja Pengembangan Sekolah. Akan tetapi setelah mendapatkan hal yang baru tentang pemimpin pembelajaran berbasis Aset agaknya itu patut dicoba sebagai acuan dalam pengembangan kesekolah kedepannya sehingga hasil yang diharapkan bisa tercapai dengan maksimal